Fly Ash

Pendahuluan
Akhir-akhir ini, industri semen dan beton semakin sering disorot, khususnya oleh para pecinta lingkungan. Ini disebabkan emisi karbon dioksida, komponen terbesar gas rumah kaca, yang dihasilkan dari proses kalsinasi kapur dan pembakaran batu bara. Isu lingkungan ini tampaknya akan memainkan peran penting dalam kaitan dengan isu pembangunan berkelanjutan di masa mendatang.
Dari Konferensi Bumi yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil tahun 1992 dan di Kyoto, Jepang tahun 1997 dinyatakan bahwa emisi gas rumah kaca ke atmosfer yang tak terkendali tidak bisa lagi diterima dari sudut pandang kepentingan sosial dan kelestarian lingkungan dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan. Gas rumah kaca yang menjadi sorotan utama adalah gas karbon dioksida karena jumlahnya yang jauh lebih besar dari gas lainnya seperti oksida nitrat dan metan.
Merujuk pada besarnya sumbangan industri semen terhadap total emisi karbon dioksida, perlu segera dicarikan upaya untuk bisa menekan angka produksi gas yang mencemari lingkungan ini. Tampaknya perbaikan teknologi produksi semen tidak terlalu bisa diharapkan dapat menekan produksi karbon dioksida secara signifikan. Penggantian sejumlah bagian semen dalam proses pembuatan beton, atau secara total menggantinya dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan menjadi pilihan yang lebih menjanjikan.
Fly Ash :
Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075mm[4]. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg[4
Produksi abu terbang batubara (fly ash) didunia pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 349 milyar ton. Penyumbang produksi abu terbang batubara terbesar adalah sektor pembangkit listrik. Produksi abu terbang dari pembangkit listrik di Indonesia terus meningkat, pada tahun 2000 jumlahnya mencapai 1,66 milyar ton dan diperkirakan mencapai 2 milyar ton pada tahun 2006
Proses Terjadinya Fly Ash

Pembagian Fly Ash
ASTM C618  membagi Fly Ash :
  Class C
  Class F
ASTM C618 mensyaratkan:
  Loss of Ignition (LOI) < 4%
  75%  ash harus memiliki kehalusan 45 µm atau lebih
Perbedaan Utama antara Fly Ash Class C dan Class F   adalah dari jumlah kandungan calcium, silica, alumina, dan iron
Fly ash Class F :
  Dihasilkan dari pembakaran batu bara anthracite dan bituminous .
  Mengandung  kurang dari 20%  lime
  Memiliki sifat  cementing agent seperti Portland Cement
  Digunakan pada kondisi yang berhubungan dengan sulfate tinggi
  Digunakan untuk beton struktural dan High Performance Concrete
  Dapat digunakan dengan kandungan tinggi pada campuran beton

Fly ash Class C :
  Dihasilkan dari pembakaran batu bara lignite dan sub bituminous
  Memiliki kandungan alkali dan sulfate yang lebih tinggi
  Mengandung 20% kapur
  Memiliki sifat seperti semen
  Tidak digunakan pada kondisi sulfate tinggi
  Umumnya untuk kontruksi perumahan
  Dibatasi kandungan fly ashpada campuran beton

Penggunaan Fly Ash Pada Beton
  Fly Ash bertindak sebagai pozzolan ketika digunakan sebagai material tambahan pada beton.
  Pozzolans adalah material yang  ketika dicampur dengan kalsium hidrat, menimbulkan sifat seperti semen.
  Banyak produk pozzolan yang ada seperti Blast Furnace Slag, Silica Fume, Cement – Kiln Dust dan abu sekam yang mempengaruhi plastis pada beton dan sifat mekanikal beton tapi fly ash lebih banyak digunakan secara umum dalam beton.

Kesimpulan :
Sebagaimana penjelasan diatas Fly Ash Class F memiliki sifat yang menguntungkan pada semen dan beton seperti:
1. Menghasilkan beton yang lebih plastis
2. Dapat mengurangi penggunaan semen
3. Mengurangi penggunaan air pada beton
4. Mengurangi panas hydrasi semen
5. Mengurangi serangan ASR
6. Tahan terhadap serangan sulfate


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semen PCC dan PPC

Fly Ash Jeneponto

Admixture Yang Cocok Untuk Semen PCC dan PPC